"Sick Of It All hanya sebuah band hardcore yang persetan pencitraan!" seru Lou Koller [vokal] selaku wakil dari brand NYHC yang paling konsisten hingga saat ini. Dia juga berbicara soal pergolakan di awal masa karir SOIA, kehebatan "Scratch The Surface", kolaborasinya bersama Shane Embury, plus nasehat bagi anak-anak yang berkaos Terror dan band yang bergaya ala Agnostic Front & Cro-Mags. Berikut ini wawancara menarik yang diterjemahkan oleh kontributor Apokalip dari situs TransformOnline...
Kalian memulai band di pertengahan 80-an, tak diragukan lagi kalian adalah band NYHC dengan umur paling panjang dan terus survive sampai sekarang. Apakah hal ini gila menurut anda?
Yeah, memang aneh sekali! Saat membentuk Sick Of It All [SOIA] kami tak punya bayangan seberapa lama kami bisa bermain bersama. Kami mencintai hardcore dari dulu sampai sekarang, secara alami itulah yang memungkinkan kami terus bermain. Dalam perjalanan karir kami, ada masa ketika Rich (Capriano, eks bassis) dan Armand (Majidi, drummer) keluar, waktu itu Pete (Koller, gitaris, backup vocals) dan saya berpandangan satu sama lain lalu ia berkata, "Kita gembira melakukan hal ini, kita tak boleh berhenti." Begitulah selalu yang terjadi pada kami, kami terus berada di sini karena kami mencintainya. Gorilla Biscuits bubar karena Walter ingin membentuk Quicksand yang memainkan jenis musik yang berbeda. Kami tak pernah berkeinginan memainkan musik lain. Kami mendengarkan beragam jenis musik namun hardcore-lah yang kami cintai dan kami mainkan.
Beberapa band lain terperosok dalam drugs, penyakit, penjara, dsb. Kenapa hal yang sama tidak terjadi pada kalian?
Kalau menghadapi masalah, kami berlari secepat-cepatnya! (tertawa). Tidak, seperti yang saya katakan tadi, concern kami adalah bermain musik. Saat tur selesai dan kami pulang ke rumah, kami melakukan pekerjaan normal. Kami menyimpan seluruh waktu dan uang kami untuk band, tidak seperti band lain yang mungkin mencoba drugs untuk memperoleh uang dengan cara cepat. Kami tak pernah membayangkan hardcore terdiri dari orang-orang gangster pembual dan jahat. Kami mencintai hardcore sedari kami masih belia dan musik adalah satu-satunya perhatian kami mulai saat itu.
Bisa cerita tentang masa muda kalian, kontak pertama kalian dengan hardcore?
Pete dan saya tumbuh di Queens, di sebuah perkampungan kelas pekerja biasa. Itu bukan tempat di mana para penghuninya harus berjuang mati-matian untuk hidup setiap hari, namun ada saat di mana kami memang harus berjuang dan bertarung. Kami biasa nongkrong di lorong dekat lapangan di belakang gedung sekolah: di sanalah kami diperkenalkan dengan hardcore. Di tempat itulah anak-anak punk dan hardcore berkumpul sedangkan anak-anak hip hop nongkrong di lapangan basket dan anak stoner serta metalhead nongkrong di samping lapangan bermain. (tertawa) Dalam banyak hal semua bisa rukun satu dengan yang lain. Pete dan saya punya dua kakak laki-laki yang punya scene sendiri, yang interes dengan Deep Purple dan band-band semacam itu. (tertawa) Kakak yang persis lebih tua di atas saya-lah yang mengenalkan kami pada punk dan hardcore. Ia menyukai punk dan hardcore tapi tidak terlalu dalam. Sedang Pete dan saya langsung mencintainya sedari pertama. Dan di perkampungan kami, menjadi anak punk atau hardcore jelas akan mengundang masalah. Biasanya ada sekelompok anak, saya tidak tahu orang-orang menamai mereka apa tapi kami menyebutnya guidos - sekelompok anak berbadan kekar yang selalu mencoba mencari gara-gara dengan kami.
Sebentar... Anda lebih tua dari Pete?
Yeah. (tertawa) Saya tahu, semua orang mengira dia yang lebih tua daripada saya.
Tadi anda menyebut bahwa Rich dan Armand sempat keluar sementara dari band, saya mengikuti SOIA dalam masa-masa itu (saat We Stand Alone EP, '91), tapi saya masih sering heran bahwa banyak sekali penggemar SOIA yang tidak mengetahui periode pergolakan itu. Apakah kalian mencoba merahasiakan hal tersebut? Apa yang sesungguhnya terjadi?
Yeah, uh... itu adalah periode paling memalukan dalam hidup kami. (tertawa) Tidak, serius, kami sedang dalam masa pertumbuhan waktu itu. Richie dan Armand menginginkan hidup yang lebih stabil, Pete dan saya meneruskan band. Lalu kami mengajak Eddie Coen untuk mengisi bass dan E.K pada drum. Seingat saya E.K main penuh saat kami tur bareng Sepultura.
Dan Sacred Reich serta Napalm Death! Saya ingat konser tahun 90-an itu!
Yeah! Tapi secara musikal rasanya kami tidak klik dengan Eddie dan E.K. Eddie sangat ingin menjadi rockstar, ia mungkin mengira bahwa Sick Of It All adalah nama band yang telah mapan sehingga apa-apa mudah. Padahal tidak, kami masih band hardcore. Kami masih harus mengurus peralatan kami sendiri. Jadi ketika Richie bilang ia ingin kembali ke band, kami langsung menyanggupi, "Bagus, kita baru memecat Eddie." Dengan line-up itulah kami tur bersama Sepultura, tapi E.K. kamudian mempunyai banyak masalah pribadi yang harus ia selesaikan sehingga kami merekrut Max untuk sementara waktu. Max orang yang hebat, sangat menyenangkan, tapi ketika Armand memberi tanda untuk kembali ya kami bilang pada Max, "Selamat tinggal Max!' (tertawa)
Tapi Richie keluar untuk seterusnya setelah album Just Look Around...
Yeah. Kami baru saja menyelesaikan tur Eropa yang amat meletihkan. Tur itulah yang membuat punggung Richie patah. Kami tinggal di van selama dua bulan penuh di tengah musim dingin yang ganas. 53 show dalam 56 hari. Memang brutal. Saat kami pulang masing-masing dari kami mengantongi $1000 - jumlah yang besar saat itu - tapi uang sebanyak itu tidak cukup memuaskan. Richie merasa seperti, "Aku kerja seperti itu hanya untuk uang segini?" Ditambah lagi ia mendapat banyak tekanan dari pacarnya agar keluar dari band. Namun ironisnya, tur Eropa yang kami jalani begitu Richie keluar malah mulai menghasilkan uang bagi kami. Setahun setelah itu saya berjumpa dengan pacar Richie, ia berkata, "Hebat, sekarang kalian sudah mulai dapat uang, ya!" (tertawa) Sebenarnya Richie juga tertarik untuk mengerjakan hal-hal lain dalam musik, jadi alasan ia keluar bukan melulu masalah finansial.
Yeah, bahkan kalau kita melihat sampul album Just Look Around kita bisa melihat jelas siapa personel band yang berbeda. Bukan berarti penampilan itu penting...
(Tertawa) Yeah, tapi saya tidak tahu mana anggota band paling cerdas dan mana yang paling bodoh, tapi sekeluar dari Sick Of It All ia langsung membentuk band dan selama sepuluh tahun membangun deal dengan label besar. Ia mendapat $30.000 dari label ini, dapat $100.000 lagi dari label ini, tanpa pernah merilis satu album pun. Fred Durst dari Limp Bizkit? Ia beri Richie $30.000, "Ini 30 ribu buat satu demo." (tertawa) Band dia akhirnya keluar sekitar dua tahun lalu: Reach 454. Terdengar seperti Godsmack, tapi tak ada orang yang peduli. Mereka sudah terlambat 10 tahun! Walau begitu mereka tetap dapat banyak uang dari label besar!
Anda juga mengerjakan proyek sampingan Blood From The Soul bersama bassis Napalm Death, Shane Embury. Tapi tidak seperti proyek sampingan Embury lainnya, kalian tidak pernah mengeluarkan album kedua. Kenapa?
Semenjak rekaman pertama Blood From The Soul keluar, emm...14 tahun silam, Shane telah tiga kali mengajak saya membuat album lagi. Pertama, empat tahun sesudah album pertama: ia mengirimi saya beberapa lagu dan berencana mengajak beberapa vokalis untuk masing-masing mengisi dua lagu. Musiknya lebih ke dancey, elektronik, dan eksperimental. Saat itu saya bilang, "Oke, mari kita kerjakan, ini hal yang berbeda." Tapi kemudian saya lama tidak mendengar kabar darinya. Beberapa tahun lalu dia mendekati saya lagi untuk hal yang sama dan saya berkata, "Uh, oke! Kasih tahu ya nanti!" (tertawa) Tapi lalu saya sibuk menulis materi Death to Tyrants dan Napalm Death juga kembali sibuk. Proyek Blood From the Soul aslinya akan digarap bersama Mike Patton tapi dia mengundurkan diri.
Whoa, gila!? Kita mempunyai semua jenis pemain terbaik di sini. Kembali ke Sick Of It All, Kenapa kalian tidak lagi memainkan lagu-lagu dari album Just Look Around? Album itu dahsyat!
(Tertawa). Oh man, semua orang menanyakan hal yang sama. Saya akan tunjuk jari ke Armand. Dia tidak suka memainkan lagu-lagu di album itu. Craig (Setari, bassis, backup vocal) menyukai "Never Measure Up" tapi Armand tak mau memainkannya.
Mengapa? Saya terguncang waktu album itu keluar!
Saat Armand mendengar album itu, ia selalu berkomentar, "Dengar lagu itu! Itu kan cuma bagian-bagian acak yang disatukan! Tidak masuk akal! Aku tak akan pernah menulis lagu seperti itu lagi sekarang!" (tertawa)
Tidak bisa! "We Want the Truth", "We Stand Alone", "The Shield", semua lagu itu juara!
(Tertawa) Kami sudah mencoba memasukkan "We Stand Alone" ke dalam set list show kami. Ketika kami memainkannya, kadang crowd menjadi menggila, kadang-kadang juga penonton malah terbengong-bengong saja, tak mengerti lagu apa yang sedang kami mainkan. Di Eropa kami malah memotong verse kedua sebab beberapa orang bilang bagian itu terlalu panjang. Secara pribadi, saya kira setidaknya secara lirik, verse pertama memang tidak se-masuk akal verse yang kedua. (tertawa)
Bagaimana dengan "Injustice System", saya kira kalian tidak berhenti memainkan lagu itu, tapi sepertinya saya sudah bertahun-tahun tidak mendengar lagu itu secara live...
Baru-baru ini kami sudah memainkan lagu itu lagi. Waktu menulis lagu itu, kami memang ingin membuatnya menjadi lagu yang penting; sebuah lagu yang akan kami mainkan setiap malam. Tapi setelah 10 tahun kami sudah merasa bosan. Kasus yang sama dengan "Clobbering Time". Kami jenuh, tapi kalau kami tidak memainkannya orang-orang pada marah! (tertawa) Dan lagu itu panjangnya cuma 30 detik!
Banyak yang bersepakat Scratch the Surface adalah album paling penting SOIA. Apakah anda sependapat?
Ya. Saya kira itu adalah album pertama di mana kami benar-benar sadar mesti terdengar seperti apa. Dua album pertama kami buat saat kami sangat muda dan masih mencari tahu bagaimana menulis lagu dan memainkannya, tapi dalam Scratch the Surface kami menemukan diri kami sendiri.
Saya ingat bagaimana pengaruh album itu terhadap SOIA, dari band lokal menjadi nasional. Semua orang terbawa pengaruh yang dibawanya. Secara tiba-tiba orang-orang berpakaian seperti kalian, ikut-ikutan menulis breakdowns seperti kalian, bahkan memegang mic dengan gaya seperti anda... hebat sekali!
(Tertawa) Kami bekerja sangat keras untuk album itu. Jauh sebelumnya, Pete dan saya sudah menulis banyak materi. Selama musim panas itu kami latihan di sebuah studio di Chinatown. Kami nge-jam selama empat atau lima jam sehari tiap harinya. Kawan-kawan kami ada yang datang ke studio dan ikut mendengarkan, lalu memberi saran, "Kalian harus bermain lebih pelan!" sebab saat itu Biohazard dan band-band hardcore lain memang sama memainkan groove. Tapi kami juga mempunyai groove: hanya lagu-lagu kami memiliki bagian yang cepat. Basis Pete dan saya adalah old school punk dan hardcore: kami senang bermain musik yang cepat. Alasan lain mengapa album itu agresif adalah karena saat itu ada orang-orang yang berkata pada kami, "Oh, mereka bergabung dengan label besar, mereka sudah sell-out sekarang." Kami ingin membuktikan pada mereka bahwa mereka keliru, justru kami menciptakan album yang paling gelap, paling berat, dan paling agresif. Saya pikir kami berhasil, itulah mengapa Scratch the Surface dipandang sebagai album yang paling menentukan.
Kalian berkembang menjadi amat besar, rasanya kalian sudah dekat dengan mainstream sehingga menjadi 'the next big thing' tapi hal itu tidak terjadi sebab mendadak pusat perhatian bergeser ke generasi yang lebih muda yang tumbuh dengan mendengar lagu-lagu kalian...
Kami tak pernah punya keinginan memburu 'kesuksesan komersil' jadi dalam kadar tertentu tak ada masalah dengan hal itu. Kami melakukan apa yang kami ingin lakukan - bekerja keras, naik ke panggung dan mengeluarkan 100% kemampuan kami setiap malam, dan selalu berusaha menyingkirkan gagasan menjadi 'besar' dari kepala kami. Tapi tentu saja, itu ada kaitannya dengan fakta bahwa kami hanyalah 'hardcore kids' yang tak paham marketing. Anda tahu siapa band pembuka kami saat tur Scratch the Surface? Korn! Manajer mereka melakukan pendekatan, mengirimi kami demo, dan surat yang berbunyi, "Tolong, ajak anak-anak ini manggung: aku ingin mereka paham seperti apa band live sejati itu." Saya menyimak demo itu dan pikir saya mereka terdengar seperti Nine Inch Nails dan Sepultura. Bukan selera saya tapi kami tetap mengajak mereka main di tur. Yang kami tidak ketahui adalah manajernya mengajari mereka semua kunci-kunci pemasaran, "Pakai baju pelari, hip hop sedang tren, dsb..." Setahun kemudian, saat Korn telah meledak, manajer mereka datang kepada kami lagi dan berkata, "Aku akan membunuh untuk bisa jadi manajer kalian, karena kalian adalah band favoritku sepanjang masa, tapi itu bukan hal yang baik, karena kalian pasti tak mau dengar sepatah katapun yang kuucapkan." Dan ia memang benar. Kami tak pernah memikirkan sama sekali akan berpakaian atau tampil seperti apa. Sick Of It All hanya sebuah band hardcore yang persetan pencitraan!... Lihat itu H2O, setelah diajak tur oleh sebuah band besar mereka lalu secara tiba-tiba tidak lagi menyerukan 'NYHC' dan hanya memainkan pop punk di arena-arena itu. Itu sangat berpengaruh terhadap penggemar mereka. Penggemar lama berkata, "Oh, jadi kalian main pop punk sekarang? Fuck you!" sementara fans yang muda bilang, "Kalian tak punya video di MTV? Minggir saja, kami ingin menonton The Used!" atau apalah. Yang mereka alami ibarat senjata makan tuan.
Tapi di hardcore scene sekalipun, saat ini image punya porsi yang besar...
Pergerakan musik apapun akan seperti itu saat ia menjadi besar, ia akan menciptakan identitas yang agak menyimpang dari akarnya. Sekarang banyak band yang mencoba agar terlihat seperti Agnostic Front dan Cro-Mags, dengan tato atau apalah. Tetapi apakah mereka tahu? Hidup yang dijalani Agnostic Front dan Cro-Mags memang mengharuskan mereka seperti itu. Mereka adalah orang-orang keras yang hidup di jalan, beberapa di rumah bawah tanah. Tapi sekarang malah menjadi 'gaya' yang bisa ditiru orang-orang. Saya suka band Terror tapi anak-anak kecil yang hilir mudik memakai kaus Terror? Dengar dulu Madball, tolol! (tertawa). Kamu pikir musik Terror itu datangnya dari mana? Kalau kita pergi ke Hot Topics, kaos dan poster Terror di mana-mana. Mana kaos Madball-nya? Tapi bukan berarti anak-anak Terror menyembunyikan hal itu. Mereka semua menyatakan kecintaan mereka pada Madball. Ini kerjaan bagian marketing, yang memang di luar kendali band. Kalau Pete dan Craig tak ambil pusing dengan hal ini, mereka pasti bilang, "Yeah, persetan, kita lakukan yang kita mau!" tapi kalau saya muak dan tetap susah menerimanya. (tertawa)
Bagaimana show peringatan 20 tahun band kalian?
Yeah, sudah berlangsung tanggal 19 September lalu di B.B King's New York. Tak dapat dipercaya, benar-benar konser yang luar biasa.
Kabarnya sebelum pertunjukan itu kalian menjanjikan akan memainkan lagu-lagu langka dan memberi kejutan. Lagu apa memangnya?
Kami memainkan "The Deal", lagu yang lama sekali tak kami mainkan, "World Full of Hate"... Kami membuka konser dengan "Take the Night Off" dan "Good Lookin' Out", lalu disusul "Clobberin' Time" dan "We Stand Alone." Orang-orang menggila. Ada penonton umur 30 dan 40-an tahun berjalan di atas kepala para penonton lainnya. Gila!
Saya menonton pertunjukan kalian jauh lebih banyak dibanding saya nonton band lain dalam 15 tahun terakhir. Kalian selalu tampil hampir tanpa cela. Beberapa band lain, bahkan yang paling hebat sekalipun, perlu istirahat sementara kalian tidak. Bagaimana kalian menjaga energi kalian sehingga bisa seperti itu?
Saya agak payah kalau sedang tidak tur. Waktu tur saya selalu menjaga kondisi dengan latihan dan lari-lari. Pete malah lebih bagus lagi, selama tur dan di luar tur ia selalu berlatih di gym. Kalau berada di rumah saya merasa dekil. (tertawa) Saya terlihat jauh lebih baik sewaktu tur!
Setelah 20 tahun bekerja begitu keras, bagaimana kalian menjaga mental, fisik, dan kreativitas kalian?
Ada saatnya memang, masa-masa ketika kami merasa tak bisa melangkah lagi. Beberapa waktu lalu, dalam tur Eropa untuk album Life on the Ropes, saya merasa seperti, "Aku tak kuat lagi." Tapi ketika anda mendengar crowd meneriakkan nama anda sebelum pertunjukan dimulai, energi dan kecintaan kami pada musik kembali mengalir begitu kami melangkah ke panggung. Tiba-tiba saja kekuatan itu muncul lagi. Melihat seorang lelaki berumur 40-an di antara kerumunan penonton terdepan dengan kaus dari tahun '92 yang berseru pada anda, atau seorang gadis 15 tahun di ujung yang lain menyaksikan pertunjukan anda untuk kali pertama, dalam hati saya merasa, "Inilah pekerjaanku: Di sinilah tempatku..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar